Minggu, 31 Maret 2013

Membumikan Pancasila Dalam Kerangka Pancasila


Membumikan Pancasila Dalam Kerangka Pancasila
Sejarah jatuh-bangunnya bangsa-bangsa dan peradaban memberi pelajaran bahwa perkembangan suatu bangsa sangat ditentukan oleh karakter, etos, dan etika social bangsa yang bersangkutan. Krisis karakter dan moralitas yang melanda suatuu bangsa dapat mengarah pada kebangkrutan bangsa yang bersangkutan.
Telah berlalu masa yang panjang ketika gairah keagamaan tidak memijarkan keinsyafan berbudi dan tidak pula mendorong etos kerja dan semangat berbagi. Mayoritas penduduk masih percaya pada tuhan, tetapi moralitas ketuhanan itu sendiri makin terlepas dari praktik politik. Kehidupan politik disuburkan oleh nilai-nilai luhur. Praktik politik direduksi sekadar menadi perjuangan kuasa (demi kuasa) ketimbang sebagai proses pencapaian kebijakan bersama. Polotik dan etika terpisah seperti terpisahnya air dengan minyak. Akibat kebijakan dasar kehidupan bangsa seperti sipilitas, responsipilitas, keadilan dan integritas runtuh.
Kita perlu memperkuat kembali visi politik yang mempertimbangkan kenyataan bahwa krisis nasional yang terus membayangberakar jauh pada penyakit spirit dan moralitas yang melanda jiwa bangsa. Suatu usaha pemulihan perlu dilakukan dengan membawa nilai-nilai spiritual  dan etis kedalam wacana dan perilaku politik.
Sila ketuhanan menekankan prinsip bahwa moralitas dan spiritualitas keagamaan berperan penting sebagai bantalan vital bagi keutuhan dan keberlangsungan suatu Negara-negara. Hanya saja, sebelum agama dijadikan panduan moralitas dan kejuangan politik, (komunitas) agama sendiri dituntut melakukan refleksi dan pembenahan diri. Cara beragama harus diperbarui dengan melakukan transformasi pada dimensi mitos, logos, dan etos keagamaan.
Mitos lama yang memercayai bahwa kemenagan suatu kelompok keagamaan harus dibayar oleh kekalahan kelompok lain harus diakhiri. Kepercayaan baru perlu dihadirkan dengan kelapangan untuk berbagi kebahagiaan dengan merayakan kemenangan secara bersama. Pengetahuan dan pemahaman (logos) keagamaan perlu ditingkatkan dan dipercaya secara intertekstual dengan narasi-narasi lainnya, karena kedangkalan dan kepicikan merupakan pangkal fundamentalisme. Etos keagamaan juga perlu ditransformasikan dari etos kependekaran dan kepremanan (yang mendorong kekerasan) menuju etos kerja dan kreativitas (yang mendorong produktivitas dan daya saing bangsa). 
Bersambung…………….
1
Di ambil dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar